Stasiun Kedungjati (KEJ) -->

Stasiun Kedungjati (KEJ)

Tuesday, December 6, 2016



MK
Media Kedungjati
Stasiun Kedungjati (KEJ)



Stasiun Kedungjati (KEJ)
Merupakan stasiun kereta api yang terletak di Kedungjati, Kedungjati, Grobogan. Stasiun yang terletak pada ketinggian +36 m ini berada di Daerah Operasi IV Semarang.





("Stasiun Kedungjati Pada Tahun 1870")

Stasiun Kedungjati diresmikan pada bulan 21 Mei 1873. Arsitektur stasiun ini serupa dengan Stasiun Willem I di Ambarawa, bahkan dulu beroperasi jalur kereta api dari Kedungjati ke Stasiun Ambarawa, yang sudah tidak beroperasi pada tahun 1976.

Pada tahun 1907, Stasiun Kedungjati yang tadinya dibangun dari kayu diubah ke bata berplester dengan peron berkonstruksi baja dengan atap dari seng setinggi 14,65 cm. Seperti Stasiun Ambarawa, stasiun ini dulu adalah stasiun pulau.



("Stasiun Kedungjati Pada Tahun 1910-1920")



("Stasiun Kedungjati Pada Tahun 1920-1940")

Sayang sekali jalur bagian selatan yang menuju Ambarawa telah ditutup. Namun PT Kereta Api Indonesia telah merencanakan bahwa jalur ini akan dihidupkan kembali dan rencananya akan dapat operasi kembali pada tahun 2016.
Sumber Foto :

Native
Name
: "Tropenmuseum"

Parent
Institution
: "National Museum of World
Cultures."

Location : "Amsterdam. Belanda"

Situs
Web
: http://tropenmuseum.nl


Sumber Text :

Name : "Wikipedia"

Situs
Web
: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Stasiun_Kedungjati


Pelengkap Informasi :

Di tulis Oleh : Putudanajaya
_
20 Juni 2016




Sebelum ada jalur kereta api, nama Kedungjati kurang dikenal dan terpencil, mengingat wilayah ini dikelilingi hutan jati yang lebat dan perbukitan. Kayu jati yang tumbuh di kawasan hutan setempat sangat penting sebagai bahan pembuatan bantalan rel kereta api.

Namun setelah NISM memulai membangun jalur Semarang – Tanggung hingga Kedungjati pada 1867, serta Kedungjati – Ambarawa pada 1870, lokasi ini menjadi titik keramaian yang dikenal oleh masyarakat. Sebagai sebuah stasiun, Kedungjati bahkan memiliki posisi sangat strategis karena menjadi persimpangan untuk jalur menuju Surabaya, Ambarawa, dan Vostenlanden. Stasiun yang berada di daerah Grobogan ini resmi dibuka pada 1873.

Memasuki abad ke 20 perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) mulai membangun stasiun-stasiun baru menggantikan stasiun-stasiun lamanya. Stasiun-stasiun baru itu lebih besar, lebih representatif dengan arsitektur yang lebih menarik dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan bangunan-bangunan sederhana yang digantikannya. Hampir semua bangunan peninggalan NISM yang masih bisa kita lihat saat ini berasal dari periode 1900-1915 itu. Salah satunya adalah stasiun Kedungjati.


Pada tahun 1907, pembenahan pada bangunan dilakukan. Konstruksi yang sebelumnya dari kayu, diubah dan diperkokoh dengan batu bata diplester. Bagian peron ikut dibenahi, konstruksi baja dengan beratapkan seng dengan tinggi 14,65 meter. Bentuk bangunan stasiun ini sering dikatakan memiliki kemiripan dengan Stasiun Willem I di Ambarawa.

Stasiun Kedungjati, seperti Stasiun Ambarawa dan Purwosari adalah stasiun pulau. Konstruksi bangunan ini berupa tiang-tiang besi yang menopang kuda-kuda atap yang mempunyai bentangan 14,65 meter. Di bawah atap besar ini terdapat ruang-ruang dinas dan pelayanan penumpang serta peron di kedua sisinya. Di emplasemen utara terdapat rel lintasan utama yang yang menghubungkan Semarang dengan Surakarta, sedangkan di emplasemen Selatan terdapat dua jalur rel lintasan cabang menuju Ambarawa yang dinaungi overkapping kecil yang ditambahkan pada 1915.

Arsitektur Stasiun Kedungjati sangat mirip dengan Stasiun Ambarawa dan Stasiun Purwosari yang dibangun pada masa yang sama. Perbedaan yang menonjol selain pada ukuran juga pada perletakan ruang tunggu kelas 3. di Stasiun Kedungjati letak ruang tunggu kelas 3 berada di depan pintu masuk berdampingan dengan loket penjualan tiket. Ini berbeda dari Stasiun Ambarawa dan Purwosari dimana ruang tunggu kelas 3 berada di belakang, berdekatan dengan kamar mandi dan WC.

Salah satu keistimewaan Stasiun Kedungjati adalah jam dindingnya yang masih asli. Ada empat buah jam dinding, dua buah di peron Utara dan dua buah di peron Selatan. Yang unik adalah keempat jam itu digerakkan oleh suatu mekanisme yang berada di ruang Kepala Stasiun. Melalui sistem kabel gerakan mekanisme itu disalurkan ke jam-jam dinding yang berada di peron. Dengan demikian keempat jam itu selalu menunjukkan waktu yang tepat sama.


Jam semacam itu dulu juga ada di Stasiun Ambarawa dan Purwosari tapi yang masih menggunakan mekanisme asli hanya yang ada di Stasiun Kedungjati (Stasiun Kereta Api, Tapak Bisnis dan Militer Belanda )


Penerbit :
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia

Jl. Manisrenggo Km. 1
Email: kebudayaan@kemdikbud.go.id
Telepon: (0274) 496413